MOTTO :

PERAN KOMITE SEKOLAH : Advisory Agency - Supporting Agency - Controlling Agency - Mediator Agency

ING NGARSO SUNG TULODO - ING MADYO MANGUN KARSO - TUT WURI HANDAYANI

Monday, 22 January 2018

KANAL PELAPORAN DAN INFORMASI KEMENDIKBUD

KANAL PELAPORAN DAN INFORMASI KEMENDIKBUD



1.    Unit Layanan Terpadu

SMS: 0811 976929; Telepon: (021) 5703303, 57903020
posel: pengaduan@kemdikbud.go.id; 
http://ult.kemdikbud.go.id


2.    Posko Pengaduan Itjen. Kemendikbud

SMS: 0811 9958 020
posel: pengaduan.itjen@kemdikbud.go.id



3.    LAPOR! 1708
http://lapor.go.id



4.    Saber Pungli 193 dan 821 1213 1323; SMS: 1193
posel: lapor@saberpungli.id


5.    Kanal Informasi Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota

6.    Kanal Informasi OMBUDSMAN Daerah

ARSIP BERITA : MENDIKBUD: REVITALISASI FUNGSI DAN PERAN KOMITE SEKOLAH BERAZASKAN GOTONG ROYONG

REVITALISASI FUNGSI DAN PERAN KOMITE SEKOLAH
BERAZASKAN GOTONG ROYONG




Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 yang menguatkan peran Komite Sekolah dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan oleh satuan pendidikan. Permendikbud ini merevitalisasi peran dan fungsi Komite Sekolah agar dapat menerapkan prinsip-prinsip gotong royong, demokratis, mandiri, profesional, dan akuntabel. 

“Dengan Permendikbud tentang Komite Sekolah ini masyarakat dapat ikut serta, bergotong royong memajukan pendidikan di sekolah secara demokratis dan akuntabel. Nantinya masyarakat dapat membedakan mana saja yang tergolong sumbangan dan bantuan melalui Komite Sekolah, pungutan pendidikan yang sah oleh sekolah dan pungutan liar oleh oknum,” disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin (16/1). 

Merespons diskusi di ruang publik mengenai pungutan di sekolah, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad menyampaikan bahwa pendanaan sekolah oleh masyarakat dijamin dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. 

“Saat ini Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar telah diatur dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012. UU Sisdiknas menyatakan bahwa pendanaan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat,” ujar Dirjen Hamid. 

Dilanjutkannya, bahwa tugas Komite Sekolah bukan hanya melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan. Dalam pasal 3 Komite Sekolah juga wajib menindaklanjuti keluhan, saran, kritik, dan aspirasi dari peserta didik, orangtua/wali, dan masyarakat atas kinerja Sekolah. 

Kepala Biro Hukum dan Organisasi (Biro Hukor) Dian Wahyuni meminta publik dapat membaca Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah secara utuh dan detil. Permendikbud tersebut dengan sangat jelas menjelaskan bahwa Komite Sekolah sama sekali tidak boleh melakukan pungutan, hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12. 

"Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dengan sangat tegas dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya," ujar Dian Wahyuni. 

Di dalam pasal 10 ayat (1), dijelaskan bahwa Komite Sekolah dapat melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Ditegaskan di ayat (2) bahwa hal tersebut berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan. 

Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi Chatarina Muliana Girsang mengungkapkan latar belakang dari Permendikbud tentang Komite Sekolah ini berawal dari niatan baik pemerintah untuk dapat meningkatkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas di tingkat satuan pendidikan melalui peran serta masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana bantuan dan sumbangan oleh Komite Sekolah. 

Inspektur Jenderal Daryanto menegaskan bahwa pengawasan terkait penggalangan dana dan sumber daya pendidikan dilakukan oleh berbagai pihak. “Pengawas sekolah sudah memiliki mekanisme pengawasan untuk mengawasi penggunaan atas hasil penggalangan dana dan sumber daya pendidikan di sekolah. Masyarakat juga dapat melaporkan praktik pungutan liar ke berbagai kanal pelaporan seperti inspektorat provinsi, inspektorat kabupaten/kota,” pungkas Irjen Daryanto.

ARSIP BERITA : PEMPROV DKI KAJI PERMENDIKBUD SOAL PENGGALANGAN DANA OLEH KOMITE SEKOLAH

PEMPROV DKI KAJI PERMENDIKBUD SOAL PENGGALANGAN DANA OLEH
KOMITE SEKOLAH


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta mengaku masih sedang mempertimbangkan penerapan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Regulasi baru itu salah satunya mengatur soal penggalangan dana untuk mendukung kegiatan pendidikan siswa di sekolah.

"Kami belum lagi membahas isi permendikbud itu. Kami akan kaji dulu dengan pihak-pihak yang berkepentingan," ujar Wakil Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Bowo Irianto, kepada Republika, Rabu (18/1). Dia menuturkan, instansinya akan mempelajari lebih lanjut isi Permendikbud No 75/2016 yang membolehkan adanya praktik penggalangan dana oleh komite sekolah untuk kepentingan pendidikan siswa.

Pasalnya, semua biaya pendidikan untuk sekolah-sekolah negeri di Jakarta telah diakomodasi oleh program-program unggulan Pemprov DKI saat ini. "Setiap tahunnya, kami selalu mengalokasikan BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) ke setiap sekolah negeri yang ada di Jakarta. Sementara, bagi siswa yang tidak mampu juga difasilitasi melaui program KJP (Kartu Jakarta Pintar). Jadi, kami akan mengkaji lebih lanjut apakah penerimaan dana lain di luar BOP dan KJP memang dibutuhkan oleh sekolah-sekolah kita di Jakarta," tutur Bowo.

Wakil Kepala SMAN 48 Jakarta Timur, M Misbakhul Munir mengatakan, setiap tahun sekolahnya memang mendapat bantuan dana pendidikan dari pemerintah. Bantuan itu berasal dari dua sumber, yaitu Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dikucurkan oleh pemerintah pusat (Kemendikbud) dan BOP oleh Pemprov DKI.

Adapun aloksi BOS yang didapat sekolahnya adalah Rp 1,4 juta per siswa/tahun. Sementara, alokasi BOP sebesar Rp 400 ribu per siswa/bulan atau Rp 4,8 juta per siswa/tahun. Menurut Misbakhul, dua jenis sumber bantuan dari pemerintah tersebut cukup untuk membiayai semua kegiatan pendidikan siswa di sekolahnya.

Akan tetapi, kata dia, pendistribusian dana BOS dan BOP ke sekolahnya sering kali tidak tepat waktu. "Sebagai contoh, pada tahun lalu, dana BOP kami tidak dicairkan oleh Pemda DKI selama berbulan-bulan. Bahkan, sambungan listrik ke SMAN 48 Jakarta Timur sempat diputus oleh PLN karena sekolah kami menunggak tagihan lima bulan berturut-turut dikarenakan BOP yang tak kunjung cair," ungkapnya.

Masalah lainnya, kata Misbakhul lagi, penggunaan dana BOS dan BOP juga sering terbentur pada pengisian RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah) yang dilakukan dengan sistem e-budgeting alias online. "Data yang dimasukkan sering tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah, sehingga menyebabkan anggaran menjadi tidak terserap secara optimal," ujarnya.

Oleh karena itu, dia menyarankan kepada Kemendikbud dan Pemprov DKI untuk memperbaiki lagi sistem pendistribusian BOS dan BOP yang ada saat ini, sebelum memberlakukan penggalangan dana dari pihak luar. Mendikbud Muhadjir Effendy pada 30 Desember lalu menandatangani Permendikbud No 75/2016 tentang Komite Sekolah.

Dalam peraturan baru itu disebutkan, komite sekolah dapat melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana, dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. "Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan," demikian bunyi Pasal 10 ayat dua (2) permendikbud itu.

Namun demikian, dalam permendikbud itu ditegaskan pula bahwa komite sekolah harus membuat proposal yang diketahui oleh pihak sekolah sebelum melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat. Selain itu, hasil penggalangan dana harus dibukukan pada rekening bersama antara komite sekolah dan pihak sekolah.

Hasil penggalangan dana tersebut dapat digunakan antara lain untuk menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan; membiayai program atau kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan; mengembangkan sarana prasarana pendidika, dan; membiayai kegiatan operasional komite sekolah yang dilakukan secara wajar dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sumber : http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/01/18/ojzj5t359-pemprov-dki-kaji-permendikbud-soal-penggalangan-dana-oleh-komite-sekolah

SEJARAH BERDIRINYA SMA NEGERI 48 JAKARTA TIMUR

Sejarah Berdirinya SMA Negeri 48 Jakarta Timur






Dulu pada tahun 1978 SMA 48 bernama "SMA 22 Kelas Jauh" yang berlokasi di Lubang Buaya. Untuk mencapai sekolah, siswanya harus melewati gang-gang sempit di antara rumah-rumah penduduk dan persawahan. Bila musim hujan tiba maka mau tidak mau mereka ke sekolah harus menggunakan sepato Boot (eh..tahu kan sepatu Boot ?) karena enggak ketulungan beceknya.

Gedung SMA 22 Kelas Jauh digunakan bersama dengan SPG 7 (sekarang menjadi Gedung SMA 113). Karena satu gedung digunakan oleh dua sekolah sudah barang tentu sering timbul selisih paham, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan proses kegiatan belajar-mengajar.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Kepala Sekolah SMA 22 Kelas Jauh (waktu itu dijabat oleh Bapak Yuli Marnis) menemui Kepala Sekolah SMA 22 Utan Kayu (waktu itu dijabat oleh Bapak Agus Musa) - dan berangkat ke Kanwil PDK di Jl. Salemba Raya 15 (waktu itu Kakanwilnya dijabat oleh Bapak Saudwarman) bermaksud mencari informasi tentang tempat (gedung sekolah) yang baru. Oleh Kakanwil diinformasikan bahwa di daerah Pinang Ranti (satu blok di sebelah utara Taman Mini Indonesia Indah) ada gedung baru tetapi diperuntukkan bagi SMP. Kepala Sekolah SMA 22 dan Kepala Sekolah SMA 22 Kelas Jauh meninjau ke lokasi yang disebutkan oleh Kakanwil, namun ternyata jalannya tidak dapat dilalui oleh kendaraan karena yang bisa lewat hanyalah kerbau alias kebo, tidak heran kalau penduduk Pinang Ranti menamakan jalan masuknya dengan "Jalan Kebo".

Namun karena sangat memerlukan gedung sekolah yang akan segera ditempati, maka Kepala Sekolah SMA 22 dan Kepala Sekolah SMA 22 Kelas Jauh menghadap kembali ke Kakanwil, dan oleh Kakanwil segera dibuatkan surat penempatan gedung.

Dalam keadaan jalan yang masih becek alias belok dan rawan banjir, dngan terpaksa pada tanggal 16 September 1978 SMA 22 Kelas Jauh pindah dari Lubang Buaya ke gedung sekolah yang baru di kawasan Pinang Ranti.

Dalam tahun berjalan sampai 1979, Kepala Sekolah SMA 22 Kelas Jauh berusaha ke Kantor PDK Kotamadya Jakarta Timur (waktu itu Kakankonya dijabat oleh Bapak Kusnan Ismukanto) dan langsung menghadap Walikota Jakarta Timur (waktu itu dijabat oleh Bapak Alamsyudin) yang intinya memohon pengerasan jalan masuk SMA 22 Kelas Jauh, yang ternyata segera dikabulkan.
Sementara kegiatan belajar-mengajar berjalan dengan lancar di gedungnya yang baru, Kepala Sekolah mengurus agar SMA 22 Kelas Jauh menjadi "SMA 22 Filial". Pengurusan ganti nama ini berhasil dan pada tanggal 1 Juni 1980 SMA 22 Kelas Jauh diubah nama menjadi SMA 22 Filial. Pada tahun 1980 itu juga masyarakat sekitar mulai mengenal adanya sekolah yang baru ini, yang mendorong Kepala Sekolah SMA 22 Filial untuk mengajukan permohonan kepada Kakanko Jakarta Timur dan Walikota Jakarta Timur (waktu itu masih berkantor di Jalan Jatinegara Timur) agar jalan masuk ke lokasi sekolah diperkeras alias diaspal, dan dikabulkan pada bulan Nopember 1980.

Kepala Sekolah SMA 22 Filial semakin percaya diri bahwa sekolah ini bakal maju dan dikenal oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, Kepala Sekolah berusaha keras agar SMA 22 Filial ditingkatkan statusnya menjadi Negeri. Setelah melengkapi persyaratan untuk pembentukan SMA Negeri, yaitu :

1. Foto lokasi gedung
2. Foto lokasi jalan masuk ke lokasi sekolah
3. Dukungan dan SMP-SMP dan SD-SD di wilayah 2 kecamatan
4. Rekomendasi dari Kanko dan Kanwil
5. Rekomendasi dari Lurah, Camat, dan Walikota

maka segala persyaratan tersebut dibawa langsung oleh Kepala SMA 22 Filial ke Dirjen Dikdasmen Urusan SMA di Jl. Hang Lekir II Kebayoran Baru, dan berhasil menjadi SMA Negeri 48 pada tanggal 1 Juli 1981. 

Pada tanggal 28 Agustus 1981, SMA 48 resmi berpisah dari SMA 22, dan tanggal tersebut diperingati dan dirayakan sebagai Hari Ulang Tahun SMAN 48.

Sejak berdirinya SMA 48 telah mengalami 12 kali pergantian kepala sekolah, yaitu :

Drs. Yuli Manis (1978-1987)
Drs. Subarjo (1987-1992)
Drs. Hidayat (1992-1994)
Drs. Iwa Miswari (1994-1998)
Dra. Tioman Manik (1998-2004)
Drs. H.Sartiman, MM (2004-2006)
Drs. H.Idris Muhalih, MM (2006-2010)
Drs. Syamsu Arifin (2010-2011)
Drs. Masduki (2011-2013)
Drs. Alex Haryanto, MSi (2013-2014)
Dra. Markorijasti (2014-2015)
Acah Riyanto, S.Pd (2015-sekarang)

Sumber : http://paskibra48.blogspot.co.id/2013/05/sejarah-berdirinya-sma-negeri-48.html