MOTTO :

PERAN KOMITE SEKOLAH : Advisory Agency - Supporting Agency - Controlling Agency - Mediator Agency

ING NGARSO SUNG TULODO - ING MADYO MANGUN KARSO - TUT WURI HANDAYANI

Sunday 21 January 2018

PASSING GRADE – HASIL SELEKSI PPDB SMA NEGERI JAKARTA TAHUN 2017





50 BESAR PASSING GRADE DARI 117 SMA NEGERI JAKARTA 
 HASIL SELEKSI PPDB TAHUN 2017


1. SMA 8 passing grade 36.75
2. SMA 28 passing grade 36.45
3. SMA 81 passing grade 35.85
4. SMA 68 passing grade 35.55
5. SMA 34 passing grade 35.40
6. SMA 61 passing grade 35.20
7. SMA 70 passing grade 35.20
8. SMA 26 passing grade 34.75
9. SMA 47 passing grade 34.45
10. SMA 39 passing grade 34.35
11. SMA 71 passing grade 34.35
12. SMA 21 passing grade 34.25
13. SMA 78 passing grade 34.10
14. SMA 38 passing grade 34.00
15. SMA 6 passing grade 33.90
16. SMA 12 passing grade 33.80
17. SMA 48 passing grade 33.75
18. SMA 14 passing grade 33.70
19. SMA 82 passing grade 33.20
20. SMA 3 passing grade 32.95
21. SMA 13 passing grade 32.90
22. SMA 90 passing grade 32.70
23. SMA 49 passing grade 32.60
24. SMA 54 passing grade 32.45
25. SMA 99 passing grade 32.40
26. SMA 103 passing grade 32.35
27. SMA 77 passing grade 32.25
28. SMA 91 passing grade 32.25
29. SMA 62 passing grade 31.85
30. SMA 67 passing grade 31.85
31. SMA 66 passing grade 31.75
32. SMA 112 passing grade 31.75
33. SMA 44 passing grade 31.70
34. SMA 55 passing grade 31.70
35. SMA 29 passing grade 31.60
36. SMA 42 passing grade 31.40
37. SMA 63 passing grade 31.15
38. SMA 98 passing grade 31.15
39. SMA 33 passing grade 31.05
40. SMA 46 passing grade 31.05
41. SMA 87 passing grade 31.05
42. SMA 58 passing grade 30.90
43. SMA 65 passing grade 30.90
44. SMA 53 passing grade 30.80
45. SMA 1 passing grade 30.75
46. SMA 60 passing grade 30.60
47. SMA 59 passing grade 30.40i
48. SMA 2 passing grade 29.95
49. SMA 109 passing grade 29.90
50. SMA 32 passing grade 29.85

CARA INPUT DATA ORGANISASI KOMITE SEKOLAH DI DAPODIK



CARA INPUT DATA ORGANISASI KOMITE SEKOLAH DI DAPODIK v.2018


Revitalisai Komite Sekolah oleh kemendikbud bertujuan dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Kini kemendikbud memandang komite sekolah sebagai organisasi bekerja sama dengan sekolah berdasarkan prinsip gotong royong. Komite sebagai organisasi yang mandiri memandang perlu untuk dikaitkan dengan transaksi data sekolah yang tertuang dalam suatu bentuk aplikasi dapodik. Setiap satuan pendidikan sudah tentu memiliki pengurus komite, dan data pengurus komite tersebut perlu untuk diinput dalam aplikasi dapodik yang mana didalamnya terdapat di fitur menu bar sekolah.

Berikut Cara Input Data Organisasi Komite Sekolah Di Dapodik versi 2018
Untuk mengisi data komite sekolah pastikan komite sekolah sudah dibentuk melalu rapat pembentukan komite sekolah dan dibuktikan dengan SK Penetapan Pengurus Komite Sekolah yang diterbutkan oleh sekolah dan ditanda tangani oleh kepala sekolah.

1. Login di Aplikasi Dapodik

2. Pilih Menu Sekolah

3. Data rinci sekolah

4. Kepanitian Sekolah

5. Tambahkan, maka akan tampil dua opsi pilihan yaitu penaggulangan tindak kekerasan di sekolah dan penyelenggaraan komite sekolah , maka pilih yang kedua pada nama satuan tugas

6. Nama Satuan Tugas terserah sahabat yang nama satuan tugas merujuk pada komite sekolah, kalau saya mengisi di kolom nama satuan tugas "Organisasi Komite SMAN 48 Jakarta"

7. Instansi Pilih Nama sekolah karena komite sekolah dibentuk oleh sekolah

8. Tingkat Satuan Tugas : Pilih Lokal/Satuan Pendidikan

9. SK Tugas : Isi No SK Penetapan Pengurus Komite yang dikelaurkan oleh sekolah

10 TMT : Isi Tanggal mulai berlakunya SK Penetapan

11. TST : Dikosongkan saja

12. Pilihan selanjutanya tinggal di sesuaikan dengan keadaan di sekolah

13. Pilih Anggota Kepanitiaan 

14. Untuk Mengisi Nama Pengurus komite klik tambahkan

15. Unsur Pilih yang sesuai. Merujuk pada permendikbud No 75 Tahun 2017 Keanggotan tidak boleh guru yang sedang aktif

16. Peran artinya jabatan dalam keanggotan misal ketua komite, wakil, sekrataris, bendahara serta anggota

17. Isi No Hp Anggota Komite bila ada.

PERBEDAAN KEGIATAN INTRAKURIKULER, KOKURIKULER, DAN EKSTRAKURIKULER



Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah dikenal adanya tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan Intrakurikuler, Kokurikuler dan Ekstrakurikuler. Ketiga kegiatan tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan keseluruhan pada suatu satuan pendidikan/ sekolah.

KEGIATAN INTRAKURIKULER
Kegiatan Intrakuriluler adalah kegiatan utama persekolah yang dilakukan dengan menggunakan alokasi waktu yang telah ditentukan dalam struktur program. Kegiatan ini dilakukan guru dan peserta didik dalam jam-jam pelajaran setiap hari. Kegiatan intrakurikuler ini dilakukan untuk mencapai tujuan minimal setiap mata pelajaran/ bidang studi yang tergolong inti maupun khusus.

KEGIATAN KOKURIKULER
Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk lebih memperdalam dan menghayati materi pelajaran yang telah dipelajari dalam kegiatan intrakurikuler didalam kelas. Kegiatan ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Dalam hal ini, perlu diperhatikan ialah menghindari terjadinya pengulangan dan ketumpang-tindihan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya. Selain itu, juga perlu dijaga agar para siswa tidak "overdosis" karena semua  guru memberi tugas dalam waktu yang bersamaan, sehingga siswa menanggun beban yang sangat berat. Oleh karena itu, koordinasi dan kerja sama antar guru merupakan hal perlu dilakukan.

Dari pokok-pokok landasan pelaksanaan kegiatan kokurikuler, hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan kokurikuler adalah sebagai berikut :

- Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan yang berkaitan langsung dengan kagiatan intrakurikuler. Tujuannya, untuk memberikan kesempatan kepada siswa mendalami dan manghayati materi pelajaran.
- Tidak menimbulkan beban berlebihan bagi siswa
- Tidak menimbulkan tambahan beban biaya biaya yang dapat memberatkan siswa atau orangtua
- Penanganan kegiatan kokurikuler dilakukan dengan sistem administrasi yang teratur, pemantauan dan penilaian

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
Kegiatan ekstrakurikuler dimaksudkan sebagai kegiatan yang diarahkan untuk memperluas pengetahuan siswa, mengembangkan nilai-nilai atau sikap dan menerapkan secara lebih lanjut pengetahuan yang telah dipelajari siswa dalam mata pelajaran program inti dan pilihan. Walaupun sama-sama dilaksanakan diluar jam pelajaran kelas, bila dibandingkan dengan kegiatan kokurikuler, kegiatan ekstrakurikuler lebih menekankan pada kegiatan kelompok
Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dengan memperhatikan minat dan bakat siswa, serta kondisi lingkungan dan sosial budaya. Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler ditangani oleh guru atau petugas lain yang ditunjuk.

PERMENDIKBUD NO. 82 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK KEKERASAN DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN



SALINAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2015
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK KEKERASAN
DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa tindak kekerasan yang dilakukan di lingkungan satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan, dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan menimbulkan trauma bagi peserta didik;

b. bahwa untuk meningkatkan penyelenggaraan pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan perlu dilakukan upaya pencegahan, penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan;

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

2. Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 297) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606);

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 293, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602);

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);

6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Lembaga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

7. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15);

8. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019 sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 79/P Tahun 2015 tentang Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Kerja Periode Tahun 2014 - 2019;

9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan;

10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK KEKERASAN DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Tindak kekerasan adalah perilaku yang dilakukan secara fisik, psikis, seksual, dalam jaringan (daring), atau melalui buku ajar yang mencerminkan tindakan agresif dan penyerangan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan dan mengakibatkan ketakutan, trauma, kerusakan barang, luka/cedera, cacat, dan atau kematian.

2. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada satuan pendidikan.

3. Satuan pendidikan adalah pendidikan anak usia dini dan satuan pendidikan formal pada pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

4. Pencegahan adalah tindakan/cara/proses yang dilakukan agar seseorang atau sekelompok orang tidak melakukan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

5. Penanggulangan adalah tindakan/cara/proses untuk menangani tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan secara sistemik dan komprehensif.

6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

7. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

8. Masyarakat adalah kelompok warga yang memiliki kepedulian terhadap pencegahan tindak kekerasan yang dilakukan oleh peserta didik atau sekelompok peserta didik.

9. Kementerian adalah Kementerian yang menangani bidang pendidikan dan kebudayaan.

10. Pemerintah adalah pemerintah pusat yang memiliki kewenangan terkait.

11. Pemerintah Daerah adalah pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi.

12. Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah yang menangani bidang pendidikan.

BAB II
MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN
Pasal 2

Pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dimaksudkan untuk:
a. terciptanya kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan;
b. terhindarnya semua warga sekolah dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan; dan
c. menumbuhkan kehidupan pergaulan yang harmonis dan kebersamaan antar peserta didik atau antara peserta didik dengan pendidik, tenaga kependidikan, dan orangtua serta masyarakat baik dalam satu satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan.

Pasal 3

Pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan bertujuan untuk:
a. melindungi anak dari tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan;
b. mencegah anak melakukan tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan; dan
c. mengatur mekanisme pencegahan, penanggulangan, dan sanksi terhadap tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun pelaku.

Pasal 4

Sasaran dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan:
a. peserta didik;
b. pendidik;
c. tenaga kependidikan;
d. orang tua/wali;
e. komite sekolah;
f. masyarakat;
g. pemerintah daerah; dan
h. Pemerintah.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 5

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. upaya pencegahan;
b. penanggulangan; dan
c. sanksi.

Pasal 6

Tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan antara lain:
a. pelecehan merupakan tindakan kekerasan secara fisik, psikis atau daring;
b. perundungan merupakan tindakan mengganggu, mengusik terus-menerus, atau menyusahkan;
c. penganiayaan merupakan tindakan yang sewenang-wenang seperti penyiksaan dan penindasan;
d. perkelahian merupakan tindakan dengan disertai adu kata-kata atau adu tenaga;
e. perpeloncoan merupakan tindakan pengenalan dan penghayatan situasi lingkungan baru dengan mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang dimiliki sebelumnya;
f. pemerasan merupakan tindakan, perihal, cara, perbuatan memeras;
g. pencabulan merupakan tindakan, proses, cara, perbuatan keji dan kotor, tidak senonoh, melanggar kesopanan dan kesusilaan;
h. pemerkosaan merupakan tindakan, proses, perbuatan, cara menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, dan/atau menggagahi;
i. tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku, agama, ras, dan/atau antargolongan (SARA) merupakan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada SARA yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan;
j. tindak kekerasan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

BAB IV
PENCEGAHAN
Pasal 7

Pencegahan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh peserta didik, orangtua/wali peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, komite sekolah, masyarakat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 8

(1) Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh satuan pendidikan meliputi:
a. menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindak kekerasan;
b. membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta jauh dari tindak kekerasan antara lain dengan melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan tindak kekerasan;
c. wajib menjamin keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan;
d. wajib segera melaporkan kepada orangtua/wali termasuk mencari informasi awal apabila telah ada dugaan/gejala akan terjadinya tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun pelaku;
e. wajib menyusun dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS) pencegahan tindak kekerasan dengan mengacu kepada pedoman yang ditetapkan Kementerian;
f. melakukan sosialisasi POS dalam upaya pencegahan tindak kekerasan kepada peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, komite sekolah, dan masyarakat;
g. menjalin kerjasama antara lain dengan lembaga psikologi, organisasi keagamaan, dan pakar pendidikan dalam rangka pencegahan; dan
h. wajib membentuk tim pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala sekolah yang terdiri dari:
1) kepala sekolah;
2) perwakilan guru;
3) perwakilan siswa; dan
4) perwakilan orang tua/wali.
i. wajib memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan pada serambi satuan pendidikan yang mudah diakses oleh peserta didik, orang tua/wali, guru/tenaga kependidikan, dan masyarakat yang paling sedikit memuat:
1) laman pengaduan http://sekolahaman.kemdikbud.go.id;
2) layanan pesan singkat ke 0811-976-929;
3) telepon ke 021-5790-3020 atau 021-570-3303;
4) faksimile ke 021-5733125;
5) email laporkekerasan@kemdikbud.go.id
6) nomor telepon kantor polisi terdekat;
7) nomor telepon kantor dinas pendidikan setempat; dan
8) nomor telepon sekolah.

(2) Pembentukan dan tugas tim pencegahan tindak kekerasan dimaksud berdasarkan surat keputusan kepala sekolah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan satuan pendidikan.

(3) Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, meliputi:
a. wajib membentuk gugus pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala daerah yang terdiri dari unsur:
1) pendidik;
2) tenaga kependidikan;
3) perwakilan komite sekolah;
4) organisasi profesi/lembaga psikolog;
5) pakar pendidikan;
6) perangkat pemerintah daerah setempat; dan
7) tokoh masyarakat/agama;
yang dalam pelaksanaan tugasnya mengacu pada pedoman yang ditetapkan pada Kementerian serta dapat berkoordinasi dengan gugus atau tim sejenis yang memiliki tugas yang sama.
b. fasilitasi dan dukungan kepada satuan pendidikan untuk melaksanakan pencegahan tindak kekerasan;
c. bekerja sama dengan aparat keamanan dalam sosialisasi pencegahan tindak kekerasan;
d. melakukan sosialisasi, pemantauan (pengawasan dan evaluasi) paling sedikit setiap 6 (enam) bulan sekali terhadap pelaksanaan pencegahan tindak kekerasan yang dilakukan oleh satuan pendidikan, serta mengumumkan hasil pemantauan tersebut kepada masyarakat; dan
e. wajib mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan tugas gugus pencegahan tindak kekerasan.

(4) Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi:
a. penetapan kebijakan pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan pada satuan pendidikan;
b. penetapan instrumen pencegahan tindak kekerasan pada satuan pendidikan sebagai indikator penilaian akreditasi pada satuan pendidikan;
c. menetapkan pedoman pelaksanaan tugas gugus pencegahan tindak kekerasan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dan panduan penyusunan POS pencegahan pada satuan pendidikan;
d. melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pencegahan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; dan
e. koordinasi dengan instansi atau lembaga lain dalam upaya pencegahan tindak kekerasan.

BAB V
PENANGGULANGAN
Pasal 9

Penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh satuan pendidikan, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah sesuai kewenangannya dengan mempertimbangkan:
a. kepentingan terbaik bagi peserta didik;
b. pertumbuhan dan perkembangan peserta didik;
c. persamaan hak (tidak diskriminatif);
d. pendapat peserta didik;
e. tindakan yang bersifat edukatif dan rehabilitatif; dan
f. perlindungan terhadap hak-hak anak dan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

(1) Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh satuan pendidikan meliputi:
a. wajib memberikan pertolongan terhadap korban tindakan kekerasan di satuan pendidikan;
b. wajib melaporkan kepada orang tua/wali peserta didik setiap tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun pelaku;
c. wajib melakukan identifikasi fakta kejadian tindak kekerasan dalam rangka penanggulangan tindak kekerasan peserta didik;
d. menindaklanjuti kasus tersebut secara proporsional sesuai dengan tingkat tindak kekerasan yang dilakukan;
e. berkoordinasi dengan pihak/lembaga terkait dalam rangka penyelesaian tindak kekerasan;
f. wajib menjamin hak peserta didik untuk tetap mendapatkan pendidikan;
g. wajib memfasilitasi peserta didik, baik sebagai korban maupun pelaku, untuk mendapatkan hak perlindungan hukum;
h. wajib memberikan rehabilitasi dan/atau fasilitasi kepada peserta didik yang mengalami tindakan kekerasan;
i. wajib melaporkan kepada Dinas Pendidikan setempat dengan segera apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian untuk dibentuknya tim independen oleh Pemerintah Daerah; dan
j. wajib melaporkan kepada aparat penegak hukum setempat apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian.

(2) Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya meliputi:
a. wajib membentuk tim penanggulangan untuk melakukan tindakan awal penanggulangan tindak kekerasan yang dilaporkan oleh satuan pendidikan atau pihak lain yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian guna membuktikan adanya kelalaian atau tindakan pembiaran, termasuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan;
b. wajib melakukan pemantauan terhadap upaya penanggulangan tindak kekerasan yang dilakukan oleh satuan pendidikan agar dapat berjalan secara proporsional dan berkeadilan;
c. wajib memfasilitasi satuan pendidikan dalam upaya melakukan penanggulangan tindakan kekerasan; dan
d. wajib menjamin terlaksananya pemberian hak peserta didik untuk mendapatkan perlindungan hukum, hak pendidikan, dan pemulihan yang dilakukan oleh satuan pendidikan.

(3) Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi:
a. wajib membentuk tim penanggulangan tindak kekerasan yang bersifat independen terhadap kasus yang menimbulkan luka berat/cacat fisik/kematian atau yang menarik perhatian masyarakat.
b. wajib melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan penanggulangan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh satuan pendidikan dan pemerintah daerah; dan
c. wajib memastikan satuan pendidikan menindaklanjuti hasil pengawasan dan evaluasi terhadap tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

BAB VI
SANKSI
Pasal 11

(1) Satuan pendidikan memberikan sanksi kepada peserta didik dalam rangka pembinaan berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. tindakan lain yang bersifat edukatif.

(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat memberikan sanksi kepada pendidik atau tenaga kependidikan yang diangkat oleh satuan pendidikan atau pihak lain yang bekerja di satuan pendidikan berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pengurangan hak; dan
d. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga kependidikan atau pemutusan/pemberhentian hubungan kerja.

(3) Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan sanksi kepada pendidik dan tenaga kependidikan berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penundaan atau pengurangan hak;
d. pembebasan tugas; dan
e. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga kependidikan.
(4) Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan sanksi kepada satuan pendidikan berupa:
a. pemberhentian bantuan dari Pemerintah Daerah;
b. penggabungan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
c. penutupan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(5) Kementerian memberikan sanksi berupa:
a. rekomendasi penurunan level akreditasi;
b. pemberhentian terhadap bantuan dari pemerintah;
c. rekomendasi pemberhentian pendidik atau tenaga kependidikan kepada Pemerintah Daerah atau satuan pendidikan; dan
d. rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan langkah-langkah tegas berupa penggabungan, relokasi, atau penutupan satuan pendidikan dalam hal terjadinya tindak kekerasan yang berulang.

Pasal 12

(1) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dikenakan bagi:
a. satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik atau pihak lain yang terbukti melakukan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan atau terbukti lalai melaksanakan tugas dan fungsinya yang mengakibatkan terjadinya tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
b. satuan pendidikan yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1); atau
c. Pemerintah daerah yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (2).
(2) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai tingkat dan/atau akibat tindak kekerasan berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim penanggulangan tindak kekerasan/hasil pemantauan pemerintah daerah/Pemerintah.
(3) Pemberian sanksi pemberhentian dari jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d, ayat (3) huruf e, dan ayat (5) huruf c bagi guru atau kepala sekolah dilakukan apabila terbukti lalai atau melakukan pembiaran terjadinya tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian atau sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam masa jabatannya yang mengakibatkan yang mengakibatkan luka fisik yang ringan, berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim independen.
(4) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tidak menghapus pemberian sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 13

(1) Tim penanggulangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (2) huruf a bersifat ad hoc dan independen yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pembentukan tim penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan keanggotaan yang terdiri atas unsur tokoh masyarakat, pemerhati pendidikan, dan/atau psikolog.
(3) Untuk menjaga independensi tim penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka keanggotaannya dapat berasal dari luar daerah.
(4) Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya wajib mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan tugas tim penanggulangan.

Pasal 14

Satuan pendidikan tidak dapat menuntut secara hukum atau memberikan sanksi dalam bentuk apapun kepada pelapor tindak kekerasan, kecuali laporan tersebut tidak benar berdasarkan hasil penilaian oleh gugus pencegahan/tim penanggulangan.

Pasal 15

(1) Kementerian menyediakan layanan pengaduan masyarakat melalui laman pengaduan http://sekolahaman.kemdikbud.go.id, telepon ke 021-57903020, 021-5703303, faksimile ke 021-5733125, email ke laporkekerasan@kemdikbud.go.id, atau layanan pesan singkat ke 0811976929.
(2) Kementerian menyediakan informasi mengenai tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang dapat di akses oleh masyarakat melalui laman http://sekolahaman.kemdikbud.go.id.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16

Upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan dalam Peraturan Menteri ini juga berlaku terhadap tindak kekerasan yang dilakukan terhadap peserta didik di luar lingkungan satuan pendidikan.

Pasal 17

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2015

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,

TTD.

ANIES BASWEDAN

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 Januari 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

TTD.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 101

Salinan sesuai dengan aslinya,
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

TTD.

Aris Soviyani
NIP 196112071986031001



ARTIKEL : MELAWAN BULLYING DENGAN PRESTASI



Caraku Melawan Bullying Dengan Prestasi

Apa yang akan Molzania bagikan melalui tulisan ini merupakan kisah nyata yang pernah Molzania alami semasa sekolah dulu. Berat rasanya menceritakan kembali luka lama. Ini bahkan menjadi semacam trauma tersendiri untuk Molzania. Tapi Molzania harap dengan tulisan ini, tidak akan ada lagi pihak-pihak yang tersakiti dan menjadi korban akibat kekerasan di sekolah.

Kekerasan di sekolah bukanlah hal yang baru dewasa ini. Istilahnya sering dinamakan dengan kegiatan school bullying. Pelakunya bisa saja anak-anak atau orang dewasa. Menurut laman berita Viva, 84 persen anak usia 12-17 tahun pernah menjadi korban bullying di sekolah. Hingga pertengahan 2017, terdapat 17 kasus bullying dengan 976 pengaduan. Jumlah ini meningkat pada tahun 2017. 

Molzania sendiri sering menjadi korban bullying semasa sekolah dulu. Bagaimanapun Molzania merupakan satu-satunya anak difabel yang mencoba untuk menempuh sekolah di sekolah umum. Baik SD, SMP hingga SMU semua Molzania lalui di sekolah umum. Dan secara tidak langsung hal ini juga pada akhirnya membentuk kepribadian Molzania. Bahkan dampaknya terasa hingga saat ini.

Dulu sewaktu TK Molzania adalah anak yang aktif dan ceria. Molzania sempat mengenyam bangku TK hingga beberapa bulan lamanya sebelum musibah itu datang. Saat berumur 3,5 tahun, Molzania terserang penyakit ensepalitis atau radang otak sehingga mobilitas fisik Molzania terganggu. Hal inilah yang pada akhirnya membuat Molzania harus selalu menggunakan tongkat ketika berjalan. Pada saat ke sekolah, Molzania diantar jemput menggunakan mobil.

Awal-awal masuk sekolah dasar dulu, semuanya terasa menyenangkan. Molzania berteman baik dengan semua teman di kelas. Namun memasuki kelas 2 SD, masalah itu mulai datang. Molzania kerap dijadikan bahan ejekan oleh teman-teman di kelas Molzania. Mungkin mereka menganggap Molzania sebagai murid yang tidak bisa apa-apa. Kondisi ini membuat Molzania enggan untuk pergi ke sekolah.

Puncaknya terjadi sewaktu Molzania duduk di kelas 3 SD. Ada kejadian konyol Molzania lakukan yang hingga saat ini Molzania sesali. Jadi sewaktu kelas 3 SD Molzania melakukan aksi mogok sekolah. Semua ini Molzania lakukan karena tidak betah berlama-lama di dalam kelas. Hal ini pula yang membuat orangtua Molzania "menghukum" dengan pengalaman yang benar-benar unik dan berharga. Seharian itu Molzania dibawa ke jalanan untuk menyaksikan kerja anak-anak pengamen yang tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah. Melihat mereka semua membuat Molzania semangat untuk bersekolah lagi.

Lama-lama Molzania makin terbiasa dengan sikap bullying ini. Dan mereka yang melakukan tindakan tersebut masih orang yang sama yang kebetulan sekelas lagi denagn Molzania. Anehnya mereka selalu duduk berdekatan meja dengan Molzania. Molzania dulu berpikir seperti ini, sepanjang itu tidak mengarah ke fisik, Molzania berusaha untuk menahannya. Paling hanya bisa menangis di dalam hati. Suatu keuntungan tersendiri kalau Molzania ini orangnya cuek dan tidak peduli akan cemoohan orang lain. Biasanya setelah mengalami semua perlakuan tidak menyenangkan itu, begitu tiba di rumah Molzania akan melupakannya begitu saja.

Pernah sewaktu kelas 4 SD, Molzania janjian untuk membawa bekal bergilran dengan beberapa teman. Kebetulan ada satu teman yang memang sudah bermasalah dengan Molzania sejak awal sekolah ikut bergabung. Hari pertama teman sebangku Molzania membawa bekal lalu kita makan bersama-sama tanpa masalah. Sesampainya di rumah, Molzania pun meminta mama untuk membuatkan bekal saat giliran Molzania tiba.

Eng.. Ing... Eng.. tibalah hari giliran Molzania. Tebak apa yang dilakukan teman Molzania yang satu itu? Dia membuang bagian nasinya ke kotak sampah di luar kelas. Lalu seenaknya saja bilang bahwa nasi goreng buatan mama Molzania tidak enak di depan semua orang. Entah kenapa. Melihatnya teman-teman Molzania yang lain malah ikut-ikutan. Meski mereka sempat mencicipi nasi goreng itu dan tidak ada masalah sebelumnya.

Akhirnya bekal milik Molzania sendiri dibawa lagi kerumah. Tidak jadi Molzania makan karena sudah kehilangan selera. Mama Molzania bertanya kenapa bekalnya tidak habis? Molzania lalu menceritakan kejadian yang Molzania alami di sekolah. Mama Molzania tidak marah, malah membesarkan hati Molzania.

Saat duduk di bangku kelas 6, Molzania terpaksa harus pindah sekolah. Sekolah lama memutuskan untuk mengeluarkan Molzania dikarenakan mereka tidak menyediakan kelas di lantai dasar. Pindah sekolah membuat Molzania mengulang semuanya dari awal. Molzania harus beradaptasi dengan semua hal yang baru. Mulai dari pelajaran, guru, maupun dengan teman. Ini bukanlah hal yang mudah. Terlebih Molzania pernah mengalami semacam trauma psikis akibat perlakuan yang Molzania terima di sekolah yang lama.

Di sekolah yang baru, Molzania sempat bersitegang dengan teman sekelas. Ya, memang kali ini kesalahan Molzania sih. Molzania entah kenapa bawaannya selalu curiga dengan orang lain. Mungkin karena efek hinaan dan cemoohan yang pernah Molzania dapat. Masalahnya yang berawal dari kesalahpahaman belaka, pada akhirnya semua berjalan baik-baik saja. Molzania perlahan mencoba berusaha terbuka dengan lingkungan yang baru. Dan mulai mendapat banyak teman.

Masa-masa terakhir di sekolah dasar berakhir dengan baik. Molzania pun masuk ke SMP. Sebagaimana orang lain, disini pun Molzania mengalami indahnya masa-masa ABG. Tidak banyak perlakuan bullying yang Molzania terima. Paling hanya segelintir anak yang Molzania anggap mereka iri dengan prestasi Molzania di sekolah.

Tak terasa sudah masuk kelas 3 SMP, dan disinilah pada akhirnya Molzania harus mengalami tindakan bullying kembali. Seorang teman wanita yang cukup dekat dengan Molzania melakukan kekerasan fisik terhadap Molzania. Teman wanita ini awalnya memang cukup sering membuat masalah di sekolah. Sebelum kejadian malahan dia pernah mendapat tindakan kekerasan dari orangtuanya. Molzania terpilih menjadi sasaran empuk pelampiasan atas emosi yang dipendamnya selama ini.

Masalahnya hanya sepele sih. Rebutan pensil warna. Tapi berubah menjadi besar ketika kami kemudian ribut. Teman wanita ini yang memulai duluan menghina Molzania dengan kata-kata yang tak pantas. Dan ketika akhirnya teman Molzania ini melakukan kekerasan, ini disaksikan oleh semua orang di kelas. Guru Molzania sedang kebetulan tidak ada di kelas saat itu.

Disinilah Molzania merasa harus mulai bertindak. Ini sudah kelewat batas. Kalian boleh berpendapat apapun tentang Molzania, tapi TIDAK dengan KEKERASAN. Molzania pun mencoba mengadu pada guru. Lalu sesampainya di rumah, Molzania memberitahukan hal ini kepada orangtua. Mama Molzania marah sekali mendengar cerita Molzania. Lantas mama pun menghadap kepala sekolah, sehingga akhirnya teman wanita Molzania dan beberapa teman yang menjadi saksi kejadian tersebut disidang di kantor kepala sekolah.

Mama mengancam akan melaporkan kejadian ini ke polisi jika ada lagi yang melakukan kekerasan fisik pada anaknya. Akhirnya teman Molzania ini meminta maaf. Masalah selesai? Tidak. Hubungan kami menjauh akibat kejadian itu. Tapi sejak peristiwa itu tak pernah ada lagi mereka yang melakukan kekerasan pada Molzania.

Keesokan harinya tersebarlah gosip-gosip dan fitnahan yang tidak enak pada Molzania. Molzania tidak mau asal tuduh siapa yang pertama kali menyebarkannya. Semua teman mempercayai fitnah itu. Molzania mulai dijauhi teman-teman satu persatu. Mereka memang tidak secara terang-terangan memusuhi, melainkan berbicara di belakang. Alhamdulillah ada beberapa teman yang tidak terpengaruh gosip itu. Mereka malah berusaha untuk mendukung dan menghibur Molzania.

Sedari awal sudah Molzania katakan, kalau Molzania ini orangnya cuek. Biarlah orang lain mau berpendapat apa. Just be yourself. Namun fitnahan itu mau tak mau juga membuat kuping menjadi panas. Bagaimanapun Molzania hanyalah manusia biasa yang punya hati. Untungnya saat itu Molzania mau menghadapi ujian nasional. Daripada Molzania sakit hati, Molzania melampiaskannya dengan belajar dan ibadah sungguh-sungguh.

"Bertahanlah, Mol. Waktumu disini hanya 3 bulan lagi.. Setelah itu kau akan masuk SMU" batin Molzania menguatkan. Do'a orang teraniaya akan dikabulkan oleh Allah SWT. Jadi lebih baik Molzania pasrahkan semuanya pada-Nya.

Tak dinyana Molzania berhasil menorehkan prestasi. Allah SWT memberikan bonus atas doa dan ikhtiar. Molzania menyabet Juara Umum I di seluruh sekolah. Sesuatu yang tak pernah Molzania duga sebelumnya. Nilai-nilai Molzania nyaris sempurna. Dan semua ini mampu meredam semua fitnahan dan gosip-gosip tadi. Jujur selama ini Molzania asal-asalan belajar. Tapi sejak peristiwa itu, Molzania terus menghabiskan waktu dengan berlatih soal-soal ujian di rumah.

Duduk di bangku SMU, masalah bullying terhadap Molzania ternyata belum selesai. Molzania harus beberapa kali mendapatkan perilaku tidak menyenangkan dari teman-teman. Hanya berupa ejekan dan sesekali candaan. Tapi semua itu diakibatkan oleh mereka itu memang terkenal nakal dan suka iseng di sekolah. Molzania tak pernah ambil pusing dengan semua itu. Dan semua perilaku tersebut Molzania hadapi dengan cara Molzania sendiri. Menutup mata dan telinga seolah semua itu tidak terjadi.

Seiring dengan perkembangan teknologi, berubah pula cara teman-teman melakukan kekerasan terhadap Molzania. Salah satunya dalam bentuk cyber bullying lewat media sosial Facebook. Contohnya seperti dibawah ini. Sengaja Molzania abadikan padahal kejadian ini sudah bertahun-tahun yang lalu. Molzania menduga si teman ini hanya iri dengan nilai Molzania yang kebetulan mendapat yang tertinggi di seluruh kelas IPS.

Molzania lagi-lagi berusaha untuk tidak terpengaruh perkataan si teman. Pada akhirnya Molzania berhasil masuk 3 besar mengalahkan rival Molzania itu. Terulang kembali peristiwa beberapa tahun yang lalu dimana Molzania mendiamkan mereka yang menghina dengan catatan prestasi. Teman Molzania ini pun mau tak mau harus mengakui kekalahannya lewat komentar status pula.

Dari apa yang sudah Molzania alami diatas, Molzania belajar akan suatu hal; bahwa bullying itu dimulai dari hal-hal kecil. Bullying mempunyai efek domino. Pelaku bullying mungkin saja bisa diakibatkan karena perilaku bullying yang diterimanya di masa lalu. Ketika sobat berusaha abai terhadap bullying kecil, maka suatu saat kita akan mengalami hal yang lebih besar. Mengarah kepada kekerasan fisik misalnya. Jadi ini tidak bisa dibiarkan.

Molzania bisa saja abai terhadap bullying-bullying kecil tersebut. Tapi mau tak mau Molzania juga merasakan dampaknya hingga saat ini. Begitu masuk ke lingkungan baru, Molzania merasa gemetaran dan keringat dingin. Molzania tidak bisa langsung beradaptasi. Selalu merasa gugup bila bertemu dengan orang-orang baru. Was-was terhadap pendapat mereka tentang Molzania.

Meski mereka sebenarnya orang-orang baik, tak jarang Molzania bawaannya merasa curiga. Takut bila seandainya sewaktu-waktu tindakan bullying itu kembali Molzania rasakan. Makanya begitu berada di tempat baru, Molzania tidak langsung bisa berbicara dengan akrab. Terlebih dahulu Molzania mengamati situasi sekitar. Malahan tak jarang cara bicara Molzania berubah gagap. Semua itu karena kekhawatiran Molzania akan orang-orang yang baru Molzania lihat.

Molzania pada saat itu melakukan tindakan benar. Mengadu pada orangtua usai mengalami kekerasan. Kalau tidak bisa saja teman-teman yang tidak suka dengan Molzania kembali melakukan kekerasan fisik. Bahkan mungkin bisa lebih hebat. Untuk itu bila adik-adik yang masih sekolah mengalami hal serupa, JANGAN SEGAN-SEGAN mengadukan hal tersebut pada orangtua. Bahkan bila guru-guru di sekolah sudah menganggap masalahnya selesai.

Mudah-mudahan dari pengalaman Molzania, kita semua belajar bahwa tindakan bullying kepada sesama teman apalagi bila teman itu anak disabilitas adalah tindakan yang buruk. Meskipun apa yang kita lakukan didasarkan pada niatan untuk bercanda, itu sama sekali nggak lucu sobat. Sudah banyak yang menjadi korban atas perilaku bullying.

Bayangkan yang terjadi bila saat Molzania menerima kekerasan fisik tersebut lantas hanya berdiam diri dan tidak melakukan apapun? Mungkin pelakunya bisa lebih banyak. Bahkan kekerasan fisik itu akan berubah menjadi kekerasan seksual. Tentunya ini yang terlintas dalam pikiran Molzania saat itu. Sampai batas ini, Molzania pun mengambil tindakan. Atau hidup dan mati akan menjadi pilihan berikutnya.

Berikut tips-tips melawan bullying saat di sekolah ala Molzania:

1. Miliki Sifat Berani Karena Benar Takut Karena Salah

Sepanjang kita merasa tidak melakukan kesalahan apapun, jangan pernah takut untuk bertindak dengan benar. Orangtua Molzania di rumah selalu mewanti-wanti untuk tidak takut pada siapapun pihak diluar sana selain pada Allah SWT tentunya. Terlebih kepada teman sekolah atau pacar. Bila terdapat ancaman, hal ini justru menjadi keuntungan tersendiri. Hukuman mereka bagi pelaku bullying akan semakin berat.

2. Menjadi Anak yang Berprestasi

Percayalah anak berprestasi cenderung akan lebih dihargai dan diperhatikan. Terlebih bila mereka berprestasi dalam bidang akademis. Namun ada kalanya bila anak berprestasi itu tidak melawan, ia justru akan menjadi sasaran empuk bagi pelaku bullying. Mereka akan dimanfaatkan untuk menjadi tempat contekan misalnya. Itu terjadi pada Molzania semasa sekolah dulu sebelum tindakan kekerasan diatas. Namun prestasi kita akan membuat pelaku bullying menjadi segan. Apalagi usai perbuatan kekerasannya diketahui semua orang.


3. Jadilah Diri Sendiri

Anonim berkata, "If people trying to bring you down, it means that you are above them". Pernah baca kisah dua beranak dan seekor keledai? Hikmahnya melalui kisah itu kita dituntut untuk menjadi diri sendiri. Jangan pernah membiarkan perkataan orang lain mempengaruhi dirimu. Semua fitnah dan gosip-gosip yang beredar diluar sana memang menyakitkan. Tetapi lebih baik kita melakukan hal yang menyenangkan ketimbang berlarut-larut dengan kesedihan.

4. Lapor Bila Alami Bullying

Segera lapor pada orang dewasa di sekitar kalian sesaat setelah mengalami tindakan bullying. Apalagi bila sampai terjadi kekerasan. Bila berada di lingkungan sekolah, sebaiknya segera melapor pada guru. Sesampainya dirumah jangan sungkan lapor pada orangtua. Bila semua itu tidak mendapat tanggapan yang berarti, maka kalian bisa segera mengadu melalui Layanan Sahabat Anak (TESA) di nomor telepon 129. Dulu zaman Molzania belum ada layanan seperti ini. Kalau ada sih, kemungkinan Molzania juga lapor kesini.

5. Jangan Jadi Pelaku Bullying

Setelah merasakan nggak enaknya dibully, masa iya rantai itu terus berlanjut? Putuskan segera rantai benalu itu. Inginnya sih balas dendam, tapi perbuatan itu juga nggak baik. Bila si pelaku sudah meminta maaf, jangan sungkan untuk menerima permintaan maafnya. Tapi nggak semudah itu juga. Ibarat cermin retak, tentu persahabatan nggak mungkin bisa seakrab dulu. Apalagi bila kita memiliki semacam trauma tersendiri saat berteman dengannya. Tips Molzania sih lebih baik kamu mencari sahabat yang lain, tapi tetap tegur dan menyapa hangat teman yang menjadi pelaku bullying itu ya?

Itulah sedikit tips dari Molzania tentang cara melawan bullying. Mudah-mudahan bisa menginspirasi kamu agar terhindar dari tindakan kekerasan saat di sekolah. Salam hangat dari Molzania.


ARTIKEL : KEKERASAN TERHADAP ANAK DI SEKOLAH SEMAKIN MEMPRIHATINKAN

KEKERASAN ANAK DI SEKOLAH SEMAKIN MEMPRIHATINKAN





Data kekerasan di sekolah semakin memprihatinkan.

Sebanyak 84% Siswa pernah mengalami kekerasan di sekolah (7 dari 10 siswa), 45% siswa laki-laki menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan.
Selain itu 40% siswa usia 13-15 tahun melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik oleh teman sebaya, 75% siswa mengakui pernah melakukan kekerasan di sekolah, 22% siswa perempuan menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakanpelaku kekerasan, dan 50% anak melaporkan mengalami perundungan (bullying) di sekolah.

“Berdasarkan kondisi maraknya kekerasan di pendidikan, maka Bidang Pendidikan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menyelenggarakan FGD (Focus Group Disscussion) bertema Kekerasan di Pendidikan dan kritisi terhadap Instruksi Gubenur DKI JAKARTA No 16/2015 ttg penanganan dan pencegahan kekerasan di satuan pendidikan,”ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI bidang pendidikan.

Ada tiga narasumber dalam FGD, yaitu Pratiwi (LBH Jakarta), l Dina Haryana (Yayasan SEJIWA) dan Prof Melanie Sadono Djamin dari Gerakan Nasional Anti Bullying (GENAB), pada 21 November 2017 jam 9-12.30 di lantai 3 KPAI.

FGD di hadiri oleh perwakilan dari Kementerian PPPA, Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Komnas Perempuan, P2TP2A Jakarta, Dinas PPA DKI Jakarta, Komnas PA, LPAI, Save The Children, YNPN, FSGI, Rumah FAYE, Sayangi Tunas Cilik, perwakilan sekolah swasta dan negeri (SD sampai SMA/SMK).

Kekerasan di Sekolah Sulit Diatasi

Dina Haryana mengungkapkan lima alasan mengapa kekerasan di sekolah sulit diatas, yaitu, pertama, anggapan yang masih ada diantara pendidik bahwa menghukum anak dengan kekerasan masih diperlukan untuk mendisiplinkan.
Kedua, Perlakuan sekolah yang tidak konsisten atas kekerasan yang dilakukan siswa kepada siswa lain.

Ketiga, Pemahaman tentang definisi kekerasan yang tidak merata.

Keempat, Pemahaman tentang kebijakan-kebijakan yang ada tentang kekerasan di sekolah yang tidak merata. Kelima, Kondisi di rumah yang tidak harmonis termasuk tekanan ekonomi.

Selain itu, menurut Dina yang berprofesi sebagai psikolog, ada faktor lain yang sangat berpengaruh sehingga kekerasan sulit di putus mata rantainya.
Ia membeberkan faktor-faktor itu adalah, anak kerap menyaksikan kekerasan melalui games dan youtube yang dapat memicu anak melakukan kekerasan.

Ketiga, kurang di pahamiya hak-hak anak oleh pihak-pihak yang terkait dengan anak. Kedua, Anak-anak belum cukup diberdayakan agar mampu melindungi dirinya serta melindungi temannya.

Melanie Sadono Djamil menyatakan bahwa dalam pengalaman pendampingan Gerakan Nasional Anti Bullying (GENAB), berbagai bullying yang terjadi di sekolah sangat dipengaruhi oleh siswa senior dan para alumni, terutama alumni yang baru lulus 1-3 tahun.

“Jadi untuk memutus mata rantai kekerasan di sekolah, tidak bisa hanya dilakukan oleh sekolah sendiri, tetapi membutuhkan sinergi banyak pihak, mulai dari orangtua, guru, kepala sekolah, petugas sekolah lainnya, komite sekolah, dinas pendidikan setempat, dan masyarakat,” ujar Melanie yang juga dosen di Universitas Trisakti, Jakarta.

Ada empat pilar utama dalam gerakan nasional anti bullying yang di gagasa oleh GENAB, yaitu, pertama, rumah dan keluarga harus dikembalikan fungsinya dalam memaksimalkan peran orangtua dalam mendidik anaknya.

Kedua, Pencegahan bullying dengan kampanye secara terus menerus.

Ketiga, Advokasi dan peran KPAI sangat besar dalam melakukan perlindungan anak dengan memutus mata rantai kekerasan di sekolah. Keempat, pentingnya enguatan pendidikan karakter (PPK), terutama budi pekerti dari pendidik sampai petugas sekolah.

Instruksi Gubernur DKI Jakarta No 16/2015: Melindungi Sekaligus Melanggar Hak Anak

Instruksi Gubernur Pencegahan Bullying pada prinsipnya adalah sebuah langkah progresif yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Namun demikian sebagaimana prinsip peraturan perundang-undangan Instruksi Gubenrnur ini tidaklah boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya secara khusus UUPA.

Instruksi Gubernur Pencegehan Bullying salah satunya mengatur bahwa, “ Bagi Peserta didik yang melakukan bullying dan kekerasan/berkelahi/tawuran baik pada waktu jam belajar maupun di luar waktu jam belajar, maka yang bersangkutan tidak lagi diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Negeri di Provinsi DKI Jakarta”, ujar Pratiwi, yang merupakan pengacara public LBH Jakarta.

Lanjut Pratiwi, “Instruksi Gubernur ini memberikan sanksi bagi peserta didik yang melakukan bullying berupa penutupan akses pemenuhan hak atas pendidikannya. Pemerintah DKI Jakarta gagal melihat institusi pendidikan serta proses pendidikan sebagai wujud perlindungan bagi anak itu sendiri, dan justru menjauhkannya dari proses pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah."

FGD kemudian mendorong agar KPAI melakukan advokasi atas INGUB No 16/tahun 2015, karena berdasarkan analisis bersama dalam FGD menyepakati, bahwa sudah selayaknya Pemerintah DKI Jakarta melakukan revisi atas Instruksi Gubernur Prov. DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Bullying serta Kekerasan di Lingkungan Sekolah dan menyesuaikannya dengan peraturan perundang-undangan di atasnya yakni Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan dan UUPA.

“KPAI akan melakukan advokasi terkait dorongan revisi INGUB No 16/2015. KPAI menyadari bahwa pengaturan yang holistik dan taat nilai serta prinsip HAM pastilah akan melahirkan kebijakan yang sejalan dengan sekolah ramah anak dan juga ramah hak asasi manusia. Sebab anak sejak dini harus dibukakan pemahamannya bahwa ia harus menghargai sesamannya manusia dan hal tersebut harus dimulai pula oleh pemerintah dari kebijakannya yang memanusiakan manusia,” urai Retno.