MOTTO :

PERAN KOMITE SEKOLAH : Advisory Agency - Supporting Agency - Controlling Agency - Mediator Agency

ING NGARSO SUNG TULODO - ING MADYO MANGUN KARSO - TUT WURI HANDAYANI

Sunday, 21 January 2018

PERMENDIKBUD NO. 82 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK KEKERASAN DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN



SALINAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2015
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK KEKERASAN
DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa tindak kekerasan yang dilakukan di lingkungan satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan, dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan menimbulkan trauma bagi peserta didik;

b. bahwa untuk meningkatkan penyelenggaraan pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan perlu dilakukan upaya pencegahan, penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan;

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

2. Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 297) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606);

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 293, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602);

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);

6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Lembaga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

7. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15);

8. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019 sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 79/P Tahun 2015 tentang Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Kerja Periode Tahun 2014 - 2019;

9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan;

10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK KEKERASAN DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Tindak kekerasan adalah perilaku yang dilakukan secara fisik, psikis, seksual, dalam jaringan (daring), atau melalui buku ajar yang mencerminkan tindakan agresif dan penyerangan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan dan mengakibatkan ketakutan, trauma, kerusakan barang, luka/cedera, cacat, dan atau kematian.

2. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada satuan pendidikan.

3. Satuan pendidikan adalah pendidikan anak usia dini dan satuan pendidikan formal pada pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

4. Pencegahan adalah tindakan/cara/proses yang dilakukan agar seseorang atau sekelompok orang tidak melakukan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

5. Penanggulangan adalah tindakan/cara/proses untuk menangani tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan secara sistemik dan komprehensif.

6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

7. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

8. Masyarakat adalah kelompok warga yang memiliki kepedulian terhadap pencegahan tindak kekerasan yang dilakukan oleh peserta didik atau sekelompok peserta didik.

9. Kementerian adalah Kementerian yang menangani bidang pendidikan dan kebudayaan.

10. Pemerintah adalah pemerintah pusat yang memiliki kewenangan terkait.

11. Pemerintah Daerah adalah pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi.

12. Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah yang menangani bidang pendidikan.

BAB II
MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN
Pasal 2

Pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dimaksudkan untuk:
a. terciptanya kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan;
b. terhindarnya semua warga sekolah dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan; dan
c. menumbuhkan kehidupan pergaulan yang harmonis dan kebersamaan antar peserta didik atau antara peserta didik dengan pendidik, tenaga kependidikan, dan orangtua serta masyarakat baik dalam satu satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan.

Pasal 3

Pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan bertujuan untuk:
a. melindungi anak dari tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan;
b. mencegah anak melakukan tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan; dan
c. mengatur mekanisme pencegahan, penanggulangan, dan sanksi terhadap tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun pelaku.

Pasal 4

Sasaran dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan:
a. peserta didik;
b. pendidik;
c. tenaga kependidikan;
d. orang tua/wali;
e. komite sekolah;
f. masyarakat;
g. pemerintah daerah; dan
h. Pemerintah.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 5

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. upaya pencegahan;
b. penanggulangan; dan
c. sanksi.

Pasal 6

Tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan antara lain:
a. pelecehan merupakan tindakan kekerasan secara fisik, psikis atau daring;
b. perundungan merupakan tindakan mengganggu, mengusik terus-menerus, atau menyusahkan;
c. penganiayaan merupakan tindakan yang sewenang-wenang seperti penyiksaan dan penindasan;
d. perkelahian merupakan tindakan dengan disertai adu kata-kata atau adu tenaga;
e. perpeloncoan merupakan tindakan pengenalan dan penghayatan situasi lingkungan baru dengan mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang dimiliki sebelumnya;
f. pemerasan merupakan tindakan, perihal, cara, perbuatan memeras;
g. pencabulan merupakan tindakan, proses, cara, perbuatan keji dan kotor, tidak senonoh, melanggar kesopanan dan kesusilaan;
h. pemerkosaan merupakan tindakan, proses, perbuatan, cara menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, dan/atau menggagahi;
i. tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku, agama, ras, dan/atau antargolongan (SARA) merupakan segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada SARA yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan atas hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan;
j. tindak kekerasan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

BAB IV
PENCEGAHAN
Pasal 7

Pencegahan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh peserta didik, orangtua/wali peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, komite sekolah, masyarakat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 8

(1) Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh satuan pendidikan meliputi:
a. menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang bebas dari tindak kekerasan;
b. membangun lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta jauh dari tindak kekerasan antara lain dengan melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan tindak kekerasan;
c. wajib menjamin keamanan, keselamatan dan kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan sekolah di luar satuan pendidikan;
d. wajib segera melaporkan kepada orangtua/wali termasuk mencari informasi awal apabila telah ada dugaan/gejala akan terjadinya tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun pelaku;
e. wajib menyusun dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS) pencegahan tindak kekerasan dengan mengacu kepada pedoman yang ditetapkan Kementerian;
f. melakukan sosialisasi POS dalam upaya pencegahan tindak kekerasan kepada peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, komite sekolah, dan masyarakat;
g. menjalin kerjasama antara lain dengan lembaga psikologi, organisasi keagamaan, dan pakar pendidikan dalam rangka pencegahan; dan
h. wajib membentuk tim pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala sekolah yang terdiri dari:
1) kepala sekolah;
2) perwakilan guru;
3) perwakilan siswa; dan
4) perwakilan orang tua/wali.
i. wajib memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan pada serambi satuan pendidikan yang mudah diakses oleh peserta didik, orang tua/wali, guru/tenaga kependidikan, dan masyarakat yang paling sedikit memuat:
1) laman pengaduan http://sekolahaman.kemdikbud.go.id;
2) layanan pesan singkat ke 0811-976-929;
3) telepon ke 021-5790-3020 atau 021-570-3303;
4) faksimile ke 021-5733125;
5) email laporkekerasan@kemdikbud.go.id
6) nomor telepon kantor polisi terdekat;
7) nomor telepon kantor dinas pendidikan setempat; dan
8) nomor telepon sekolah.

(2) Pembentukan dan tugas tim pencegahan tindak kekerasan dimaksud berdasarkan surat keputusan kepala sekolah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan satuan pendidikan.

(3) Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, meliputi:
a. wajib membentuk gugus pencegahan tindak kekerasan dengan keputusan kepala daerah yang terdiri dari unsur:
1) pendidik;
2) tenaga kependidikan;
3) perwakilan komite sekolah;
4) organisasi profesi/lembaga psikolog;
5) pakar pendidikan;
6) perangkat pemerintah daerah setempat; dan
7) tokoh masyarakat/agama;
yang dalam pelaksanaan tugasnya mengacu pada pedoman yang ditetapkan pada Kementerian serta dapat berkoordinasi dengan gugus atau tim sejenis yang memiliki tugas yang sama.
b. fasilitasi dan dukungan kepada satuan pendidikan untuk melaksanakan pencegahan tindak kekerasan;
c. bekerja sama dengan aparat keamanan dalam sosialisasi pencegahan tindak kekerasan;
d. melakukan sosialisasi, pemantauan (pengawasan dan evaluasi) paling sedikit setiap 6 (enam) bulan sekali terhadap pelaksanaan pencegahan tindak kekerasan yang dilakukan oleh satuan pendidikan, serta mengumumkan hasil pemantauan tersebut kepada masyarakat; dan
e. wajib mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan tugas gugus pencegahan tindak kekerasan.

(4) Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi:
a. penetapan kebijakan pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan pada satuan pendidikan;
b. penetapan instrumen pencegahan tindak kekerasan pada satuan pendidikan sebagai indikator penilaian akreditasi pada satuan pendidikan;
c. menetapkan pedoman pelaksanaan tugas gugus pencegahan tindak kekerasan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dan panduan penyusunan POS pencegahan pada satuan pendidikan;
d. melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pencegahan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; dan
e. koordinasi dengan instansi atau lembaga lain dalam upaya pencegahan tindak kekerasan.

BAB V
PENANGGULANGAN
Pasal 9

Penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dilakukan oleh satuan pendidikan, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah sesuai kewenangannya dengan mempertimbangkan:
a. kepentingan terbaik bagi peserta didik;
b. pertumbuhan dan perkembangan peserta didik;
c. persamaan hak (tidak diskriminatif);
d. pendapat peserta didik;
e. tindakan yang bersifat edukatif dan rehabilitatif; dan
f. perlindungan terhadap hak-hak anak dan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

(1) Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh satuan pendidikan meliputi:
a. wajib memberikan pertolongan terhadap korban tindakan kekerasan di satuan pendidikan;
b. wajib melaporkan kepada orang tua/wali peserta didik setiap tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun pelaku;
c. wajib melakukan identifikasi fakta kejadian tindak kekerasan dalam rangka penanggulangan tindak kekerasan peserta didik;
d. menindaklanjuti kasus tersebut secara proporsional sesuai dengan tingkat tindak kekerasan yang dilakukan;
e. berkoordinasi dengan pihak/lembaga terkait dalam rangka penyelesaian tindak kekerasan;
f. wajib menjamin hak peserta didik untuk tetap mendapatkan pendidikan;
g. wajib memfasilitasi peserta didik, baik sebagai korban maupun pelaku, untuk mendapatkan hak perlindungan hukum;
h. wajib memberikan rehabilitasi dan/atau fasilitasi kepada peserta didik yang mengalami tindakan kekerasan;
i. wajib melaporkan kepada Dinas Pendidikan setempat dengan segera apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian untuk dibentuknya tim independen oleh Pemerintah Daerah; dan
j. wajib melaporkan kepada aparat penegak hukum setempat apabila terjadi tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian.

(2) Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya meliputi:
a. wajib membentuk tim penanggulangan untuk melakukan tindakan awal penanggulangan tindak kekerasan yang dilaporkan oleh satuan pendidikan atau pihak lain yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian guna membuktikan adanya kelalaian atau tindakan pembiaran, termasuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundang-undangan;
b. wajib melakukan pemantauan terhadap upaya penanggulangan tindak kekerasan yang dilakukan oleh satuan pendidikan agar dapat berjalan secara proporsional dan berkeadilan;
c. wajib memfasilitasi satuan pendidikan dalam upaya melakukan penanggulangan tindakan kekerasan; dan
d. wajib menjamin terlaksananya pemberian hak peserta didik untuk mendapatkan perlindungan hukum, hak pendidikan, dan pemulihan yang dilakukan oleh satuan pendidikan.

(3) Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi:
a. wajib membentuk tim penanggulangan tindak kekerasan yang bersifat independen terhadap kasus yang menimbulkan luka berat/cacat fisik/kematian atau yang menarik perhatian masyarakat.
b. wajib melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan penanggulangan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh satuan pendidikan dan pemerintah daerah; dan
c. wajib memastikan satuan pendidikan menindaklanjuti hasil pengawasan dan evaluasi terhadap tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

BAB VI
SANKSI
Pasal 11

(1) Satuan pendidikan memberikan sanksi kepada peserta didik dalam rangka pembinaan berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. tindakan lain yang bersifat edukatif.

(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat memberikan sanksi kepada pendidik atau tenaga kependidikan yang diangkat oleh satuan pendidikan atau pihak lain yang bekerja di satuan pendidikan berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pengurangan hak; dan
d. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga kependidikan atau pemutusan/pemberhentian hubungan kerja.

(3) Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan sanksi kepada pendidik dan tenaga kependidikan berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penundaan atau pengurangan hak;
d. pembebasan tugas; dan
e. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai pendidik/tenaga kependidikan.
(4) Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan sanksi kepada satuan pendidikan berupa:
a. pemberhentian bantuan dari Pemerintah Daerah;
b. penggabungan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
c. penutupan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(5) Kementerian memberikan sanksi berupa:
a. rekomendasi penurunan level akreditasi;
b. pemberhentian terhadap bantuan dari pemerintah;
c. rekomendasi pemberhentian pendidik atau tenaga kependidikan kepada Pemerintah Daerah atau satuan pendidikan; dan
d. rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk melakukan langkah-langkah tegas berupa penggabungan, relokasi, atau penutupan satuan pendidikan dalam hal terjadinya tindak kekerasan yang berulang.

Pasal 12

(1) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dikenakan bagi:
a. satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik atau pihak lain yang terbukti melakukan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan atau terbukti lalai melaksanakan tugas dan fungsinya yang mengakibatkan terjadinya tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
b. satuan pendidikan yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1); atau
c. Pemerintah daerah yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (2).
(2) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai tingkat dan/atau akibat tindak kekerasan berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim penanggulangan tindak kekerasan/hasil pemantauan pemerintah daerah/Pemerintah.
(3) Pemberian sanksi pemberhentian dari jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d, ayat (3) huruf e, dan ayat (5) huruf c bagi guru atau kepala sekolah dilakukan apabila terbukti lalai atau melakukan pembiaran terjadinya tindak kekerasan yang mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat fisik/kematian atau sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam masa jabatannya yang mengakibatkan yang mengakibatkan luka fisik yang ringan, berdasarkan hasil pemeriksaan oleh tim independen.
(4) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tidak menghapus pemberian sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 13

(1) Tim penanggulangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (2) huruf a bersifat ad hoc dan independen yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pembentukan tim penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan keanggotaan yang terdiri atas unsur tokoh masyarakat, pemerhati pendidikan, dan/atau psikolog.
(3) Untuk menjaga independensi tim penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka keanggotaannya dapat berasal dari luar daerah.
(4) Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya wajib mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan tugas tim penanggulangan.

Pasal 14

Satuan pendidikan tidak dapat menuntut secara hukum atau memberikan sanksi dalam bentuk apapun kepada pelapor tindak kekerasan, kecuali laporan tersebut tidak benar berdasarkan hasil penilaian oleh gugus pencegahan/tim penanggulangan.

Pasal 15

(1) Kementerian menyediakan layanan pengaduan masyarakat melalui laman pengaduan http://sekolahaman.kemdikbud.go.id, telepon ke 021-57903020, 021-5703303, faksimile ke 021-5733125, email ke laporkekerasan@kemdikbud.go.id, atau layanan pesan singkat ke 0811976929.
(2) Kementerian menyediakan informasi mengenai tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang dapat di akses oleh masyarakat melalui laman http://sekolahaman.kemdikbud.go.id.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16

Upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan dalam Peraturan Menteri ini juga berlaku terhadap tindak kekerasan yang dilakukan terhadap peserta didik di luar lingkungan satuan pendidikan.

Pasal 17

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2015

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,

TTD.

ANIES BASWEDAN

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 Januari 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

TTD.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 101

Salinan sesuai dengan aslinya,
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,

TTD.

Aris Soviyani
NIP 196112071986031001



No comments:

Post a Comment